Segelintir dari cerita kehidupanku. Bukankah hidup ini terkadang mirip dengan cerita novel? Bedanya, kisah ini masih terus berlanjut dan terus berlanjut.. so, nikmati alur ceritanya kawan.. "PEZIARAHAN TUK MENJADI SEORANG DON CORLEONE"

Kamis, 26 Januari 2012

rasa kekeluargaan



Saat ini kita telah tiba diawal tahun 2012. Tentunya banyak harapan yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Tetapi sebelum jauh kita melangkah di tahun yang baru ini, kita hendaknya kembali sejenak untuk mengingat tahun yang baru saja kita lewati. Kita merenungkan kembali pengalaman dalam kegiatan yang kita lakukan sebagai anggota.

Beberapa waktu yang lalu gereja mengadakan berbagai kegiatan. Tentunya kita masih mengingat betul kegiatan yang kita lakukan di bulan keluarga dan penyambutan yang dilakukan gereja untuk memperingati kelahiran Sang Raja Damai. Kegiatan-kegiatan itu dilakukan gereja untuk lebih meningkatkan “rasa” kekeluargaan, kebersamaan dan juga untuk memelihara iman jemaat. Jika “rasa” itu dihubungkan dengan makanan,  maka racikan yang berasal dari kombinasi  manis, asin, pedas yang berasal dari berbagai bumbu masakan akan  menghasilkan makanan dengan citarasa yang lebih lezat dan tentunya mengundang selera untuk segera menyantapnya. Ketika menyantapnya, maka akan ditemukan rasa yang beraneka ragam yang tentunya membuat kita ingin mencicipinya lagi. Begitu juga dengan rasa kekeluargaan, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, saling peduli, menghargai satu dengan yang lain, yang menghasilkan keluarga dengan rasa yang sangat lezat. Siapa yang tidak ingin merasakan suasana seperti itu? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita sudah merasakan suasana kekeluargaan seperti itu?

Berakhirnya kegiatan di tahun 2011 bukan berarti berakhir pula rasa kekeluargaan dan kebersamaan itu. Justru di tahun yang baru ini rasa itu harus lebih ditingkatkan lagi. Rasa kekeluargaan itu hendaknya tetap nyata di dalam kehidupan keluarga Kristen, apalagi ketika menjalani tahun yang baru dengan harapan yang baru.  Menjalani kehidupan untuk menemukan rasa kekeluargaan itu tentunya harus dilihat sebagai proses kehidupan yang harus tetap dijalani seumur hidup. Oleh karena itu, penting untuk mengawali dengan sebuah kesadaran bahwa perjalanan menjadi keluarga Kristen yang ideal tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya terjadi berbenturan satu dengan yang lain. Bahkan Andar Ismail memberikan pertanyaan reflektif dalam renungannya yang berjudul Selamat Ribut Rukun: Biar bagaimana pun rukunnya suatu keluarga, bukankah dalam kenyataannya terjadi juga keributan? Mengapa demikian? Andar Ismail memberikan salah satu jawabannya yaitu justru karena mereka saling mencintai. Anggota keluarga yang saling mencintai ada kalanya harus menjalani “keributan” untuk mencari atau menemukan langkah yang baik untuk membangun keluarga. Tetapi selain itu, yang juga harus disadari adalah bahwa keluarga sebagai bentuk komunitas (persekutuan) merupakan kumpulan dari individu-individu yang berbeda satu dengan yang lain. Sebuah keluarga yang terdiri dari orang tua, anak dan saudara merupakan sebuah keluarga yang hidup ditengah-tengah realitas sosial masa kini dimana hubungan antar anggota keluarga dapat berbenturan satu dengan yang lain. Kehidupan keluarga yang dibentuk melalui pernikahan mempunyai dinamika yang sangat kompleks. Salah satu penyebabnya adalah adanya “keunikan” masing-masing individu yang terkadang bertentangan atau berbenturan dengan “keunikan” individu yang lain. Dengan adanya keberbagaimacaman individu membuat sebuah keluarga terkadang rentan terhadap permasalahan. Permasalahan itu dapat muncul dari hubungan antar anggota keluarga, pengalaman hidup sampai hubungan keluarga dengan kehidupan sosialnya. Dr. Rijnardus A Van Koois, dkk, mengatakan dalam penelitiannya bahwa Permasahan-permasalahan dalam hidup dapat membuat keluarga Kristen meninggalkan persekutuannya, hingga meninggalkan iman kristennya karena merasa bahwa iman Kristen tidak sanggup menjawab persoalan kehidupannya.

Tentunya setiap orang menginginkan kehidupan keluarga yang memiliki sikap menghormati, penerimaan yang hangat dengan setiap anggota keluarga, terciptanya sebuah dialog, pelayanan yang murah hati dan solidaritas mendalam yang menunjukkan bahwa setiap anggota keluarga peduli akan yang lain.Tetapi dalam kenyataannya, penerimaan akan yang lain terkadang sulit untuk direalisasikan. Penerimaan akan yang lain dapat dibangun melalui relasi antar anggota keluarga yang dibentuk melalui sebuah kebiasaan hidup berkeluarga. Relasi yang dibentuk dalam keluarga dapat mempengaruhi pribadi-pribadi dalam menjalani kehidupan termasuk pengalaman hidup yang senantiasa hadir dalam setiap perjalanan kehidupan.

Oleh karena itu, hasil pembentukan karakter di dalam keluarga Kristen juga sangat berpengaruh kepada kehidupan bergereja. Keluarga Kristen yang merupakan sel terkecil dalam masyarakat yang dipersatukan dalam sebuah persekutuan di dalam gereja membawa pengaruh yang sangat besar dalam hal perilaku, pengambilan keputusan hingga kemampuan untuk menjaga kebersamaan. Dengan adanya berbagai kegiatan yang dilakukan oleh gereja untuk tetap meningkatkan rasa kekeluargaan itu tentunya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keluarga sebagai sel terkecil dalam masyarakat. Mengapa? Salah satunya adalah karena di dalam keluargalah pertama kalinya diperkenalkan makna kehidupan, kepedulian, penghargaan terhadap yang lain hingga pengambilan keputusan-keputusan. Hal senada juga dikatakan seorang teolog yang bernama Maurice Eminyan SJ dalam bukunya yang berjudul teologi keluarga mengatakan bahwa keluarga adalah sel vital yang paling terkecil dalam masyarakat tempat cita-cita, toleransi, prasangka serta kebencian ditularkan. Keluargalah yang mempunyai pengaruh paling kuat pada tingkah laku dan pemberian model-model (contoh-contoh) yang paling baik.

Menjalani kehidupan di masa kini yaitu di zaman modern ini perlu menyadari akan kesulitan-kesulitan yang datang silih berganti yang membuat kita belum mampu untuk menjadi keluarga Kristen yang penuh dengan rasa kekekuargaan. Dengan adanya kesadaran itu, kita semakin berusaha untuk meracik kembali rasa itu, melalui panggilan kita sebagai keluarga Kristen yang peduli akan keutuhan keluarga. Dengan menghidupkan kembali makna panggilan di dalam diri kita maka kita akan dapat merasakan rasa yang dahsyat dari keluarga. Maka dengan gembira kita dapat menyanyikan lagu yang berjudul Keluarga Cemara harta yang paling berharga adalah keluarga…istana yang paling indah adalah keluarga…puisi yang paling bermakna adalah keluarga…mutiara tiada tara adalah keluarga..

Panggilan merupakan karya Allah yang mengundang manusia untuk masuk dalam keintiman denganNya dan menjadi bagian yang terlibat aktif dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia. Panggilan itu bersifat ilahi dan manusiawi. Bersifat ilahi karena Allah yang mengundang manusia untuk masuk dalam keintiman denganNya. Bersifat manusiawi karena panggilan itu bukan hanya hubungan antara seseorang dengan Tuhan melainkan panggilan itu berhubungan dengan orang lain yaitu terlibat aktif di dalam dunia. Menerima panggilan itu berarti harus menyadari adanya tanggungjawab secara vertikal maupun horinzontal. Bertanggung jawab kepada Tuhan yang memanggil dan bertanggung jawab di dunia dalam menjalankan panggilan itu dengan aktif. Tanggung jawab seperti itu dapat terlihat dari panggilan seorang rasul Tuhan yaitu Paulus. Dalam Galatia 1:15 dituliskan “Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya”. Paulus mengatakan bahwa Tuhan telah memilihnya (aphorisas: dikhususkan) dan memanggilnya (kalesas) untuk melakukan tindakan aktif. Melalui perkataan ini, Paulus menyadari dan merefleksikan keberadaannya bahwa sejak semula ia telah dikhususkan oleh dan untuk Tuhan. Refleksi ini sepertinya menjadi dasar Paulus untuk terlibat langsung dalam penginjilan walaupun banyak tantangan yang harus dihadapinya. Rencana keselamatan itu dilaksanakan Paulus dengan cara memberitakan Kristus diantara bangsa-bangsa non-Yahudi. Melaksanakan panggilan itu juga bukan hanya terkait hubungan antara Allah dan Paulus secara personal, namun juga ada peran orang lain (komunitas) yang mendukungnya.

Sebagai umat Tuhan, tentunya kita juga memiliki panggilan itu. ketika kita beriman kepada Tuhan, sesungguhnya kita juga dipanggil untuk menjadi muridNya dan bersedia untuk mewartakan keselamatan. Panggilan itu ada di dalam setiap diri umat Tuhan karena panggilan adalah karya Tuhan. Setiap umatNya harus menjalankan panggilannya yaitu mewartakan keselamatan. Walaupun cara panggilan itu mungkin berbeda dengan panggilan yang dirasakan Paulus, tetapi setiap keluarga Kristen juga dipanggil dengan tujuan agar memiliki keintiman denganNya dan terlibat aktif dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia. Panggilan itu juga harus nyata di dalam hubungan antar anggota keluarga, anggota keluarga dengan gereja dan hubungan anggota keluarga dengan lingkungannya. keluarga merupakan agen dari pewartaan itu. oleh karena itu, ketika kita telah menyadari dan merenungkan bahwa panggilan itu ada dalam diri kita, bergegaslah untuk memberi cinta pada keluarga sehingga rasa kekeluargaan itu pun semakin nyata dalam hidup kita. Hendaknya setiap keluarga Kristen tetap memegang teguh panggilan itu agar tercipta persekutuan yang indah yaitu keluarga yang penuh dengan cinta kasih. Mari kita sambut tahun yang baru dengan semangat baru untuk menjalankan panggilan itu dalam kehidupan berkeluarga, bergereja dan bermasyarakat. Selamat menikmati rasa kekeluargaan. 

Tidak ada komentar:
Write komentar