Segelintir dari cerita kehidupanku. Bukankah hidup ini terkadang mirip dengan cerita novel? Bedanya, kisah ini masih terus berlanjut dan terus berlanjut.. so, nikmati alur ceritanya kawan.. "PEZIARAHAN TUK MENJADI SEORANG DON CORLEONE"

Senin, 16 Januari 2012

Kolega atau Koteka?


Terinspirasi dari perbincangan di dunia maya dengan beberapa teman yang rela untuk  memaknai pentingnya sebuah relasi dalam struktur organisasi atau pun institusi. Inspirasi ini juga mengingatkanku akan masa itu, tentang kolegialitas.

Kolega dan koteka merupakan dua hal yang memiliki persamaan. Kolega berbicara tentang relasi antar kawan sepekerjaan, koteka merupakan penutup bagian tubuh yang dibuat dari labu, yang juga merupakan pakaian adat papua yang digunakan pada saat upacara adat. Keduanya sama-sama berbicara tentang keberadaan dirinya dan hubungannya dengan keberadaan orang lain yang ada disekitarnya.  Selain persamaan itu, keduanya juga memiliki perbedaan: di dalam kolega harus terdapat relasi yang lebih “terbuka”, sedangkan koteka sebisa mungkin harus tertutup (hehe..). Jika kita berbicara tentang hubungan dengan orang lain, sebenarnya kolega dan koteka ini harus dibicarakan. Tetapi pada kesempatan ini, cerita ini hanya membahas kolega saja. Jika anda ingin membahas lebih lanjut mengenai koteka, silahkan saja (hehe..).

godfather
Kolegialitas menyangkut hubungan antar kawan sepekerjaan. Kawan sepekerjaan yang seperti apa? Tentunya kawan sepekerjaan yang dimaksud adalah kawan di dalam sebuah struktur organisasi yang memiliki tujuan bersama yaitu mengembangkan organisasi tersebut.  Tentu dalam konteks yang luas, kolegialitas ini tidak sebatas kawan yang ada di dalam organisasi tersebut melainkan juga organisasi yang lain demi mewujudkan sebuah hubungan yang lebih baik antar kawan dan antar organisasi. Kenyataannya, walaupun sebuah organisasi memiliki tujuan bersama dan sebagian memiliki kode etik untuk mengembangkan dan menjaga kolegialitas, ternyata tidak selalu bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kesenjangan bisa terjadi karena adanya pemahaman yang salah mengenai kuasa antara senior dan junior, adanya kepentingan yang berbeda-beda, tata aturan, gender, persekongkolan, “pubertas professional (professional puberty) dan lain sebagainya.
 Walaupun setiap anggota dalam sebuah organisasi diharapkan bisa bekerja secara professional, hal itu bukan berarti bahwa orang-orang yang ada dalam organisasi itu harus bekerja secara mandiri sesuai dengan kompetensinya tanpa mengkaitkannya dengan keberadaan orang lain dalam organisasi tersebut. Orang-orang professional juga harus tetap dapat bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan suasana “kerja yang sehat” dalam mewujudkan tujuannya. Oleh karena itu banyak perusahan-perusahaan mulai giat mengembangkan cara baru dalam membangun relasi antar anggota atau karyawannya. Banyak menilai bahwa cara “top and down” sudah tidak menunjang lagi dan beralih pada sebuah relasi yang lebih “lunak” dimana setiap orang diajak untuk menjaga relasi dengan cara menghargai dan menganggap orang lain sebagai teman sekerja yang harus saling mendukung dan memperhatikan. Hubungan yang baik antar anggota, baik itu atasan dan bawahan, senior dan junior sangat berpengaruh pada kualitas kerja setiap anggota.  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kolegialitas penting dalam sebuah organisasi karena dapat membawa pengaruh yang positif dalam mengembangkan suasana kerja yang lebih baik dan tentunya disenangi banyak orang. 
Ketidakharmonisan antar anggota tentunya dapat merugikan bagi anggota itu sendiri maupun bagi organisasinya. Ketidakharmonisan sangat berpengaruh pada suasana hati seseorang sehingga dapat mengganggu kelancaran dari pencapaian tujuan bersama (walaupun tidak selalu demikian). Mungkin kita telah sering mendengar adanya “kejanggalan” relasi dalam organisasi. Ada yang menganggap keberadaan orang lain tidak perlu bahkan terkesan “menghantui” perjalanan kariernya, ada juga yang merasa di pojokkan atau tersaingi,  merasa bahwa kenyamanannya semakin terganggu, ataupun adanya konflik kepentingan yang sangat berpengaruh buruk pada kehidupan bersama. Tentunya contoh-contoh ini sedikit banyak berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang berada dalam organisasi itu. Keberadaan orang lain yang dianggap dapat merugikannya merupakan sebuah “ketakutan” dalam diri yang ditimbulkan oleh banyak penyebab. Ketakutan itu jelas tidak menguntungkan bagi orang tersebut maupun bagi orang lain.  ketakutan itu akan semakin menjadi-jadi sehingga profesionalitasnya akan redup. Dampak bagi orang lain yang dapat dirasakan adalah tekanan, bosan, “minggat”, dll.
Menjaga kolegialitas sangatlah penting. Oleh karena itu penting untuk menyadari bahwa relasi yang baik  dapat membangun gairah kerja yang positif. Menyadari “panggilannya” karena keberadaan seseorang dalam sebuah organisasi bukan hanya demi dan menyangkut diri sendiri, melainkan juga meyangkut hubungan dengan orang lain.  Untuk bisa tetap menjaga kolegialitas ini juga diperlukan kematangan professional. Kematangan ini didapat dari hasil perenungan akan keberadaannya sebagai orang yang memiliki karakter pelayan sebagai orang yang memiliki Kerendahan hati, kerelaan bekerja keras, dan kepekaan terhadap kebutuhan akan yang lain.
Yesus mengatakan “barangsiapa terbesar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Mat. 23:11-12). Tuhan tidak menginginkan adanya kesenjangan antara yang dipimpin dan yang memimpin, antara pekerja dan pekerja lainnya. Ia ingin agar semua bersatu dalam membangunan tanpa harus merusak hubungan yang terlah terjalin antar pekerja. Oleh karena itu Yesus mengajarkan tentang karakter pelayan. Hendaknya setiap orang mau untuk melayani yang lainnya. Begitu juga di dalam kolegialitas, semua orang yaitu pemimpin, bawahan, dan antar pekerja adalah teman sekerja yang harus saling mendukung satu dengan yang lain. Mewujudkan suasana yang lebih damai dan produktif dapat dilakukan dengan mendukung kolegialitas yang berdasarkan karakter pelayan. 

Tidak ada komentar:
Write komentar