Segelintir dari cerita kehidupanku. Bukankah hidup ini terkadang mirip dengan cerita novel? Bedanya, kisah ini masih terus berlanjut dan terus berlanjut.. so, nikmati alur ceritanya kawan.. "PEZIARAHAN TUK MENJADI SEORANG DON CORLEONE"

Senin, 30 Juli 2012

KRISTUS, ROTI HIDUP
Yoh 6: 24-35; Kel 16:2-4, 9-15

Urusan perut bukanlah urusan yang sepele dalam hidup ini. Sebagai mahluk hidup, manusia membutuhkan asupan “bahan bakar” yang bergizi agar urusan perut ini dapat diselesaikan dengan baik dan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Mungkin kita pernah mendengar tanggapan orang mengenai pentingnya urusan perut ini, “Jika perut kosong maka tidak bisa berfikir atau bekerja”(Hehe.. ini kebiasaan siapa ye!!). Urusan perut yaitu perihal makanan merupakan kebutuhan yang tidak bisa disepelekan karena kebutuhan akan makanan ini sangat menentukan kehidupan manusia. Sederhananya:  Jika tidak makan pasti manusia itu akan mati. Sebenarnya manusia itu juga akan tetap mati walaupun ia makan (Iseng.com).

Begitu juga dengan cara untuk mendapatkan makanan demi urusan perut yang sejengkal ini (Katanya seh sejengkal tapi makannya sebakull..). Manusia melakukan berbagai macam cara yang kreatif untuk mendapatkannya. Manusia memanfaatkan kemampuan berfikir dan fisiknya agar urusan perut ini dapat diatasi dan tentunya keadaan kelaparan bisa ditunda sejenak. Bekerja keras di tanah pertanian, buruh dipabrik, bekerja kantoran, hingga antri berdesak-desakan demi sembako dilakukan manusia agar kebutuhan ini dapat terpenuhi. Bukan itu saja, manusia yang terlalu kreatif juga menggunakan segala daya upaya seperti mencuri, merampas milik orang lain hingga membunuh orang lain. Jika kita melihat kenyataan ini, bisa dikatakan bahwa ternyata untuk urusan perut, manusia adalah serigala bagi sesamanya. Akibat persaingan yang semakin memanas dan untuk mendapatkannya dibutuhkan usaha yang lebih keras maka manusia itu pun diibaratkan serigala yang tega untuk memangsa yang lain demi mengenyangkan perutnya. (Walaupun terkadang tidak cocok lagi diumpamakan sebagai serigala. Sebab manusia sudah lebih  buas dari serigala, hehe.. hayo pada ngaca lo!). 

Makanan yang awalnya hanya urusan perut meningkat menjadi urusan yang sangat penting sehingga cara untuk mendapatkannya pun dilakukan dari cara yang halal hingga menghalalkan segala cara. Jika kita melihat bangsa kita ini, bukankah masalah yang banyak terjadi adalah urusan perut?  Ada yang rakus, ada yang merampas sedikit milik orang lain, ada yang merampas banyak milik orang lain, ada yang tidak dapat rampasan sehingga bernyanyi seperti burung perkutut, ada mencari-cari taktik strategi jitu untuk mendapatkannya dan ada juga yang “mati-matian” untuk mendapatkannya (Saya serahkan kepada sodara untuk menganalisanya lebih dalam hehe..) Belum lagi keledai, eh.. kedelai yang harganya naik. Tahu dan tempe yang sebelumnya makanan sejuta umat, sekarang menjadi makanan layaknya direstoran-restoran yang harganya selangit (Ah.. terlalu berlebihan bahasanya hehe..) Semua itu berhubungan dengan urusan perut.  Dengan demikian urusan perut yaitu kebutuhan makanan dapat membuat orang menjadi lebih tenang untuk berfikir, lebih kuat untuk bekerja, tetapi tidak sedikit karena makanan orang tidak bisa lagi berfikir tenang dan bisa timbul amarah, benci, jengkel hingga menghancurkan orang lain. Yang menjadi pertanyaan, apakah urusan perut yaitu makanan hanya berurusan dengan lapar dan harus segera diisi? Karena terlalu buasnya manusia untuk mencari kebutuhan perutnya, Yesus pun berkata “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa."  Mengapa Yesus berkata demikian? Mari kita lihat mulai dari kumpulan manusia yang disebut umat Tuhan yang keluar dari tanah pembuangan menuju tanah yang diberkati.

Diceritakan setelah umat mengisi “bahan bakar” perut  di Elim, mereka melanjutkan perjalanan dan tibalah mereka di padang gurun yang terletak diantara Elim dan gunung Sinai. Dari sinilah dimulai cerita menariknya.  Umat Tuhan mulai bersungut-sungut (mengomel, berbisik dan bisa didengar karena mengeluarkan suara). Bersungut-sungut karena lapar atau karena mereka merindukan makanan enak yang bisa di dapatkan di Mesir? Bila kita melihat ayat 3 maka kedua alasan ini bisa diterima. Apakah mereka tidak membawa perbekalan dari Elim, hal itu tidak ada dijelaskan. Dikisahkan bahwa mereka bersungut-sungut di daerah perbatasan Elim dan gunung Sinai. Saya tidak tahu seberapa jauh tempat itu dari sumber air dan korma. Tetapi memang bisa jadi sudah jauh karena mereka berada di perbatasan. Tetapi bisa juga walaupun mereka memiliki persediaan makanan, karena perjalanan mereka sudah memasuki bulan kedua, wajar saja mereka merindukan makanan yang lebih enak seperti roti dan daging. Mirip seperti anak kost  dengan lagu kebanggaannya “ Ind*mie seleraku”, bukan karena benar-benar selera tetapi harus selera karena memang itu aja yang tersedia demi melanjutkan hidup. Khan, kadang-kadang ingin merasakan daging ayam atau saksang juga sekali-kali. Istilahnya “perbaikan gizi” hehe...

Umat berkata “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan.” Mungkin karena sudah terlalu lapar sehingga mereka pun membayangkan makanan yang berlimpah di Mesir (sepertinya sama seperti saya jika sedang lapar. Dengan perut lapar saya membayangkan sop dengan kacang merahnya dan heheJ). Urusan perut bukan lagi hanya membawa dampak lapar dan harus segera diisi tetapi urusan perut ini telah membawa umat tidak bisa lagi berfikir dengan tenang sehingga mereka bersungut-sungut dan  meragukan pekerjaan tangan Tuhan yang membawa mereka keluar dari tanah perbudakan (Lih ay 6, sepertinya ada keraguan atas pemeliharaan Tuhan). Cerita dilanjutkan. Setelah umat bersungut-sungut, lalu Musa menemui Harun dan berkata “Katakanlah kepada segenap jemaah Israel: Marilah dekat kehadapan Tuhan, sebab Ia telah mendengar sungut-sungutmu”. Seperti biasanya, mungkin kita bertanya: Setelah bersungut-sungut, baru dikatakan bahwa Tuhan mendengarnya. Mengapa Tuhan tidak langsung memberikannya sebelum umatNya bersungut-sungut? 
 Mungkin bukan hal itu yang terpenting. Yang ingin ditekankan adalah Tuhan yang membawa mereka keluar dari Mesir. Artinya, bahwa ketika Tuhan membawa umatNya keluar dari Mesir, itu berarti Tuhan bertanggungjawab atas tindakanNya.  Dengan demikian Tuhan tidak akan membuat umatNya mati sia-sia dipadang gurun. Umat bersungut-sungut di padang gurun Sin bukanlah kali pertama (psl 16:2). Sebelumnya mereka juga telah bersungut-sungut di Mara karena air yang akan mereka minum terasa pahit. Jadi, mengapa Tuhan melakukan sesuatu yang terkesan aksi yang lamban sehingga membuat umat bersungut-sungut? Di psl 15:25, “Tuhan memberikan ketetapan-ketetapan dan Tuhan mencoba (to test) mereka”. Apa tujuanNya? Agar umat sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan dan mengikuti segala ketetapanNya (psl 15:26).  Jika demikian, ada kemungkinan bahwa mengapa Tuhan tidak langsung memberikan roti dan daging kepada umat sebelum umat bersungut-sungut adalah karena Tuhan ingin “mencoba” apakah umat bisa tetap setia mengikuti perintah Tuhan. Ternyata umat tidak bisa melakukannya. Mereka tetap bersungut-sungut. Walaupun mereka bersungut-sungut Tuhan tetap mau mendengarkan sungut-sungut mereka dan mengabulkan yang disungut-sungutkan. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa urusan perut yaitu makanan dapat menyebabkan umat tidak lagi percaya kepada penyertaan Tuhan yang telah membawa mereka keluar dari Mesir. Kekurangan makanan itu juga menyebabkan mereka tidak bisa menjaga kesetian mereka terhadap ketetapan yang telah diberikan Tuhan.

Bagaimana jadinya jika Tuhan tidak mendengarkan sungut-sungut umat? Kira-kira apa yang akan terjadi? Jika kita balik dari keadaan saat ini untuk melihat keadaan masa lalu, bisa jadi akan terjadi pertengkaran yang hebat, saling bunuh atau kembali ke Mesir (jangan terlalu jauh mikirnya, yang ada dalam cerita dulu aja ya hehe). Bukankah itu menunjukkan bahwa urusan perut bukan lagi masalah sepele? Jika karena makanan saja umat telah berani menunjukkan ketidaksetiaannya kepada Tuhan, bagaimana dengan kebutuhan yang lain? Misalnya, keinginan untuk dapat mengikuti gaya hidup rakus, hedonis atau mungkin doa kesembuhan dari sakit yang tak kunjung manjur?  Bisa jadi kita memaki-maki Tuhan (Mungkin saja khan?? hehe..).  Untuk mendapatkan kebutuhan yang “sementara” saja umat/ manusia bisa melakukan berbagai cara yang melanggar ketentuan Tuhan dan melakukan yang halal dan tidak halal demi mendapatkannya. Pertanyaannya, mengapa manusia tidak seagresif itu untuk mendapatkan “makanan yang kekal”?

Dikisahkan, orang banyak mencari Yesus. Siapa orang banyak itu? Bisa saja bukan hanya orang-orang yang ada disekitar danau Galilea sebab nama Yesus si pembuat mujizat sudah tersiar ke sekitarnya. Bukan hanya memperlihatkan mujizat saja, perdebatan tentang Yesus ini pun sudah benyebar disekeliling orang-orang yang disembuhkan oleh Yesus. Bahkan orang-orang yang melihat mujizat itu berkata “wah gan.. luarbiasa orang ini.. Dia ini adalah benar-benar Nabi yang akan datang dalam dunia” (lih. Ul 18:15 “Seorang nabi akan dibangkitkan.. bagimu oleh Tuhan”. Kalimat yang awal nga ada di teks ya gan heheJ).  Apapun latarbelakang orang-orang itu, yang jelas dari mereka telah keluar sebuah pengakuan bahwa Yesus yang menunjukkan mujizat itu hampir sama seperti kehadiran Musa. Eitsss.. tebakan itu pun sepertinya benar sebab di ayat 15, psl 6 dikatakan “Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja”. Tentu “menjadi raja” yang dimaksud orang banyak berbeda dengan raja versi Yesus.
Kita kembali lagi kepada orang banyak yang mencari Yesus. Mengapa orang banyak itu mencari Yesus? Dari pandangan diatas dapat kita lihat bahwa Yesus telah menunjukkan keahliannya dalam hal mujizat, termasuk lima roti yang menjadi sisa dua belas bakul yang artinya hal itu hanya dapat dilakukan seorang nabi yang datang ke dunia. Jadi bukan hanya karena mereka telah makan roti dan ikan melainkan mereka merasa bahwa mereka kedatangan seorang nabi dari sorga (ini pandangan sementara). Oleh karena itu mereka mencari Yesus dengan naik perahu-perahu menuju Kapernaum. 

Ketika bertemu yang dicari, orang banyak itu pun berkata “Rabi, bilamana Engkau tiba disini? (ITB)”, terjemahan BIS “Bapak Guru, kapan Bapak samapai disini?” Eh… bukan menjawab yang ditanya, malah Yesus menjawab dengan berkata, “hoii sodara-sodara.., saya tahu bahwa klian ini mencari saya bukan karena telah melihat tanda-tanda yang Kutunjukkan khan?? Hayo.. ngaku. Pasti klian datang karena telah makan roti tadi (ay. 11) dan sudah kenyang.. hayo ngaku!!” Mungkin jika saya yang ada disitu maka saya akan berkata “enak aja.. klo sudah kenyang ngapain nyari sampean?? ”Akh.. ternyata itu hanya imajinasiku saja hehe.”  Dari penjelasan Yesus ini dapat dikatakan bahwa analisa pertama meleset. Sebab sebelumnya dikatakan bahwa motivasi orang banyak untuk mencari Yesus bukan hanya karena sudah makan roti tetapi karena mujizat roti dan ikan (ay. 14). Bukankah ini sebuah tanda? Mereka mencari Yesus karena menganggap Yesus adalah Nabi yang diutus ke dunia. Eh.., ternyata Yesus mengungkapkan motivasi mereka yaitu orang banyak mencari Dia karena telah makan roti dan sudah kenyang bukan karena tanda. Bukankah terlihat sesuatu yang janggal? Apakah Mujizat penyembuhan dan mujizat roti dan ikan bukan termasuk tanda yang ditunjukkan Yesus? Tetapi dari tanggapan Yesus ini terlihat motivasi lain orang banyak itu. Mungkin orang banyak itu telah melihat tanda tetapi tidak terlalu memperdulikannya karena ada yang lebih menarik bagi mereka yaitu urusan perut. Yang kedua mungkin juga memang selain motivasi karena tanda itu ada juga sebagian orang yang dari awal telah memiliki motivasi untuk mendapatkan makanan jasmani.

Yesus mengatakan bahwa kehadiran orang banyak itu adalah karena mereka telah menikmati roti dan ikan yang diberikan Yesus dan mereka juga ingin hal itu terus terjadi sebab (mungkin) mereka memahami bahwa Musa juga berbuat demikian kepada nenek moyang mereka yaitu roti dan daging berupa Manna (Kel 16:14, 31) dan burung puyuh. Dengan demikian mereka memahami bahwa kehadiran Yesus adalah sebagai bentuk pemeliharaan Tuhan melalui seorang nabi. Pemeliharaan dalam artian memberikan mereka berkat dari surga berupa roti dan ikan untuk kebutuhan jasmani/perut mereka. Karena Yesus telah mengetahui motivasi mereka, lalu Yesus menambahkan lagi “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal..” Bekerjalah/ to work (ergazomai), merupakan bentuk aktif yang bergerak untuk melakukan sesuatu yaitu “mencari” (lih Mat 25:16, ergazmoai: menjalankan, BIS “segera pergi berdagang”). Ketika Yesus mengetahui motivasi orang banyak itu, maka Ia pun memberikan motivasi yang lebih esensial dengan tidak kehilangan konteks pembicaraan yaitu makanan.  Yesus mengetahui bahwa kedatangan mereka adalah karena urusan perut yaitu makanan.
Jadi pertanyaan diatas perihal mengapa umat tidak seagresif mencari makanan jasmani untuk mencari “makanan rohani” adalah karena ada makanan yang lebih menarik, pasti, nyata dan dapat memuaskan mereka pada saat itu yaitu roti dan ikan yang merupakan kebutuhan jasmani. Bukankah seperti ini yang sering terjadi? Orang lebih bisa percaya pada apa yang telah dilihatnya, dijamahnya dan dirasakannya? Dan inilah yang biasanya digunakan untuk membuktikan sesuatu kepada orang lain agar orang lain percaya yaitu sesuai pengalaman empiris.  Jika belum pernah melihat dan merasakan, maka orang biasanya akan menyangkal, mempertanyakan atau menolak.

Jawaban Yesus setelah orang banyak itu bertanya merupakan bentuk pemikiran yang kreatif yaitu memasukkan tujuan kehadiranNya dengan sesuatu yang mungkin mudah dicerna oleh pikiran orang banyak itu dan mencampurnya dengan kata yang sangat akrab dengan pemahaman mereka yaitu roti. Roti bukanlah makanan yang asing di cerita Alkitab. Roti dibuat di rumah oleh para istri (Kej 18:6) dan juga roti-roti yang agak tebal dan besar diletakkan pada meja khusus dibait Allah yang dipersembahkan sebagai roti sajian (Kel 25:23-30). Dalam perjalanan menuju tanah perjanjian, Allah menyediakan roti yang mereka sebut manna yang berarti “apa ini?” Ternyata walaupun sudah mencampurnya, orang banyak itu kurang mengerti maksud Yesus. Ya memang demikianlah selalu perkataan Yesus. Tidak ada yang mudah dicerna mulai dari perumpamaannya hingga aforisme yang ucapkanNya dengan kalimat-kalimat singkat yang bermakna sangat dalam.  Akibat dari jawaban Yesus inilah maka terjadilah Tanya-jawab yang semakin menjelaskan ketidakmengertian mereka tentang Yesus. orang banyak itu pun bertanya “apa yang harus kami perbuat supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” Lalu Yesus menjawab “inilah pekerjaan…hendaklah kamu percaya kepada Dia yang diutus Allah” (menurut Yesus yang disebut utusan Allah adalah Dia sendiri).

Tebakan yang untuk kesekian kalinya pun benar setelah orang banyak itu kemudian tertanya kembali “tanda apakah yang engkau perbuat supaya kami dapat melihat dan percaya kepadaMu" (perihal kehadiran Yesus sepertinya ada kesamaan pendapat yaitu Yesus mengungkapkan bahwa Dialah yang diutus Allah dan orang banyak itu juga mengerti maksud dari perkataan Yesus yang ingin mengatakan kehadirannya adalah karena diutus Tuhan). Persamaan pendapat itu tentu belum menyelesaikan masalah. Orang banyak itu masih bertanya, kira-kira beginilah kalimatnya “jika Engkau(Yesus) diutus Allah, tunjukkanlah tandanya supaya kami dapat melihatnya?” Sejak awal bukankah mereka telah melihat tanda itu dan mengatakan bahwa Yesus adalah Nabi yang akan datang ke dalam dunia? Justru Yesuslah yang menyanggah bahwa kedatangan mereka bukan karena telah melihat tanda melainkan karena makanan. Dengan sangat jelas orang banyak itu memperbandingkan peristiwa yang dialami oleh nenek moyangnya di padang gurun. Mereka memahami bahwa tanda yang dimaksudkan Yesus harus seperti tanda yang terjadi pada nenek moyang mereka yaitu roti yang turun dari langit (Kel 16:4) dan mereka beranggapan bahwa yang melakukan semuanya itu adalah nabi mereka yaitu Musa. Jika mereka ingin mengakui bahwa kehadiran Yesus merupakan Musa yang kemudian maka Yesus harus menunjukkan peristiwa yang sama seperti yang dirasakan nenek moyang mereka. Dengan cepat Yesus menjawab “bukan Musa yang memberikan roti dari sorga melainkan BapaKu yang memberikan roti yang benar dari sorga.” Maksudnya, keajaiban itu bukan karena kuasa Musa selaku nabi mereka  melainkan karena kuasa Tuhan yang mengasihi nenek moyang mereka.

Apa arti roti yang benar itu? Roti yang benar adalah roti yang kehadirannya dari Allah, turun dari sorga dan memberi hidup yang kekal. Lalu orang banyak itu pun berkata “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa” Terjemahan BIS “Bapak” kata mereka, “berilah kepada kami roti itu selalu.” Apakah mereka sudah mengerti yang dimaksudkan oleh Yesus? Sepertinya mereka belum mengerti. Belum hilang penasaran mereka, Yesus sudah menambahkan lagi “Akulah roti hidup; barang siapa datang kepadaku, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi.” Tanpa menunggu jawaban atau tanggapan orang banyak, Yesus dengan cepat menambahkan perkataannya “sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.” Justru disinilah sebenarnya awal dari permasalahannya yaitu Yesus mengatakan bahwa Ia adalah roti hidup sedangkan orang banyak memahami bahwa roti yang turun dari sorga itu bukan manusia anak Yusuf melainkan Manna seperti pengalaman nenek moyang mereka. Sampai disini sebenarnya belum ada kesepahaman mengenai “roti dari sorga” itu. Tetapi setidaknya telah telihat maksud Yesus mengatakan bahwa Ia adalah “roti hidup”. Sepertinya Yesus ingin mengatakan bahwa roti yang sesungguhnya itu bukanlah manna sebagai kebutuhan jasmani yang akhirnya juga akan binasa. Roti yang sesungguhnya itu adalah roti yang benar dari Allah yaitu diri Yesus sendiri. Dan ketika Yesus mengatakan bahwa Ia adalah roti hidup, Yesus dengan jelas mengatakan bahwa roti yang dimaksudkanNya bukanlah roti seperti yang dimakan nenek moyang mereka sebab nenek moyang mereka yang dulunya memakan roti/manna telah mati. Artinya jika roti seperti itu yang dimaksudkan orang banyak itu perihal Yesus maka mereka pun akan mati juga sebab semuanya itu akan binasa. Oleh karena itu Yesus menawarkan roti yang tidak akan binasa sampai kapanpun. Dan itu didapat haruslah melalui diriNya yaitu dengan datang kepadaNya, mendengar dan menerima pengajaran Bapa melalui Yesus,  percaya kepadaNya dan makan dari roti yang dimaksudkan oleh Yesus.

Ungkapan Yesus sebagai roti hidup mengandung tugas perutusanNya di dunia yaitu membawa setiap orang yang percaya kepada kehidupan yang kekal. Dan tugas perutusan itu pun berlanjut kepada tugas perutusan orang yang percaya kepadaNya sebab orang yang datang kepadaNya akan mendengar dan menerima pengajaranNya dan menyalurkannya lagi kepada orang lain. Dari sini setidaknya kita dapat sedikit penjelasan mengenai roti hidup yang dimaksud oleh Yesus. Walaupun Yesus berkata bahwa “barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal” bukan berarti langsung dapat melihat Bapa, sebab Yesus menambahkan “tidak ada seorang pun dapat datang kepadaKu, jikalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”. Artinya bahwa kehadiran umat yang percaya untuk datang mendengar dan menerima ajarannya serta mendapatkan hidup kekal adalah orang-orang yang dikehendaki oleh Bapa.

Karunia hidup kekal itu bukan karena inisiatif manusia dan bukan manusia yang mementukannya melainkan Bapa sang pemberi hidup. Maka telah ditemukan “urusan perut” yang tidak bisa dianggap sepele dan sekedar mengenyangkan, karena ternyata masih ada “urusan perut” yang lebih penting dari makanan jasmani untuk membuncitkan perut yaitu makanan rohani Roti Hidup yang memberikan kekenyangan abadi. Apakah kita sudah percaya? Atau kita masih seperti orang banyak yang membutuhkan tanda-tanda? Jika terus makan dari Roti Hidup itu maka ia tidak akan kelaparan dan kehausan. Jelas bukan urusan perut keroncongan yang sebenarnya. Tetapi kelaparan dan kehausan akan kebenaran akan terobati sebab kita datang langsung ke sumbernya bukan kepada Musa. Kelaparan belum makan dari roti hidup itu juga dapat berdampak seperti kelaparan akan roti jasmani yaitu marah, benci, mengambil milik orang lain dan lain sebagainya. Dampak yang seperti ini, yang dirasakan oleh orang yang sedang kelaparan roti jasmani bisa jadi karena sebenarnya ia sedang kelaparan roti hidup. Memang tidak selalu. Sebab banyak orang yang kelaparan karena kerakusan orang lain. Banyak orang menderita karena ulah dari orang-orang yang mengaku telah percaya kepada roti hidup itu. Fenomena apa ini? Bukankah memang manusia adalah serigala bagi sesamanya? Untuk saat ini, apakah kita masih membutuhkan tanda yang kelihatan dan dapat dirasakan untuk mengakui bahwa Yesus adalah roti hidup? Jika kita telah mengakui bahwa Yesus itu adalah roti hidup, benarkah hidup kita telah kenyang dan tidak haus lagi akan kebenaran dan membuat kita semakin bergairah untuk membawa orang-orang yang kelaparan dan menderita dalam kekenyangan bersama Tuhan? Renungkan sejenak. Jika tidak mau merenungkan ya cukup hanya dengan makan yang enak-enak sambil ingat yang menderita dan kelaparan. Lalu lihat dampaknya..hehe mboh lah.. ter-rah-se…  sampai disini, untuk lebih dalam silahkan merenungkan sendiri…



Tidak ada komentar:
Write komentar