Segelintir dari cerita kehidupanku. Bukankah hidup ini terkadang mirip dengan cerita novel? Bedanya, kisah ini masih terus berlanjut dan terus berlanjut.. so, nikmati alur ceritanya kawan.. "PEZIARAHAN TUK MENJADI SEORANG DON CORLEONE"

Senin, 13 Agustus 2012

Merdeka Bung




Titus 3:1-9
(si kakek mulai bercerita) "ceritanya begini anak muda.."

Tidak terasa kita sudah kita sudah berada di pertengahan bulan Agustus. Bulan ini adalah bulan yang istimewa, khususnya bagi saudara-saudara yang sedang menjalankan ibadah puasa dan sebentar lagi merayakan hari kemenangan. Bulan Agustus juga istimewa karena kita kembali diingatkan akan perjuangan pahlawan sehingga kita bisa merasakan kemerdekaan yang ke 67 saat ini. Dalam rangka kemerdekaan itulah kita melihat pemandangan yang sedikit berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya. Memasuki bulan Agustus kita akan melihat penjual bendera disepanjang jalan. Jalan masuk ke gang-gang mulai dihias dan mungkin beberapa tempat sudah mempersiapkan perlombaan untuk meramaikan 17an. Di satu sisi banyak orang yang mendapatkan berkah tambahan dari penjualan ornament-ornamen untuk merayakan kemerdekaan, disisi lain masih banyak orang yang menangis sebab mereka digusur dari tempat mereka mencari nafkah. Yang menjadi pertanyaan, seperti itukah kemerdekaan yang sesungguhnya? 

Jika kita mengingat peristiwa yang bersejarah itu (khususnya bagi pelaku sejarah), ketika para pejuang membela Negara kita ini dengan gigih dan berhasil meraih kemerdekaan dan kita bandingkan dengan semangat kemerdekaan yang ada pada saat ini, kira-kira apa komentar kita? Pasti banyak yang akan kita ceritakan. Ketika seorang kakek sedang jalan-jalan kesebuah hotel di Surabaya bersama cucunya, sang kakek berkata kepada cucunya “hei cu, kamu liat bendera yang ada di atas hotel majapahit (dulu: oranje hotel) itu? Dulu kakek ikut merobek bendera belanda (merah-putih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah putih). Tapi sayang , pada saat itu tidak ada yang motret jadinya ga ada bukti otentik.” 

Para orang tua kita yang menjadi pelaku sejarah dengan semangatnya menceritakan kisah perjuangan karena mereka benar-benar merasakan suasana saat itu dan masih terlihat semangat patriotisme. Ketika menceritakan pun semangat itu terlihat dengan gaya cerita yang “berapi-api”. Dulu, ketika mendengar deklarator membacakan kemerdekaan bangsa kita, para pejuang mengangkat senjata dan bamboo runcingnya ke atas sampai berteriak “merdeka”. Sekarang orang-orang juga meneriakkan kata “merdeka” tetapi bukan senjata dan bamboo runcing yang diangkat ke atas melainkan tabung gas 3 kg. Dulu para pahlawan terbakar karena terkena senjata penjajah, sekarang orang terbakar bukan karena kedatangan penjajah melainkan tabung gas yang meledak. Dulu para pejuang kita saling bekerja sama untuk segera menaikkan bendera merah putih. Sekarang orang berlomba-lomba naik untuk mendapatkan hadiah dari panjat pinang. Dan panjat pinang sekarang sudah lain lagi. Orang-orang berlomba-lomba naik ke atas mengejar posisi, yang dibawah, yang miskin yang nga bisa apa-apa diinjak tanpa perasaan. Dulu para pejuang memblokir jalan agar mobil dan tank penjajah tidak masuk ke kawasan mereka. Sekarang orang memblokir jalan karena ada sebagaian saudara kita yang merasa ketidakadilan menimpanya. 
Dalam situasi hidup seperti itulah kita dipanggil untuk tetap berkarya. Sesungguhnya,  orang kristen dipanggil untuk hidup sebagai orang yang merdeka. Dan memang kita telah merdeka sebab Yesus kristus telah memerdekakan kita dari belenggu dosa. Apa yang kita dapatkan dari kemurahan Tuhan itu? Kita mendapatkan pembaharuan hidup. Yang dulunya kita tidak tahu kemana akhir hidup ini, setelah dimerdekakan kita diberhak menerima hidup kekal. Oleh karena itu kita perlu untuk tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan itu. Apa yang dapat kita dilakukan? Menjadi teladan dan meninggalkan cara hidup yang tidak sesuai dengan hidup orang yang telah diampuni dan dimerdekakan oleh Tuhan. Begitu juga dengan kemerdekaan kita sebagai warga Negara. Seperti visi GKI “Menjadi mitra Allah dalam mewujudkan damai sejahtera di Indonesia”. Kita bukan hanya menjadi penonton atau pendengar yang budiman, menjadi orang yang apatis. Melainkan tetap mau ikut ambil bagian dalam memperjuangkan keadilan di negeri kita ini. 
Kita dapat belajar Titus. Titus adalah teman sekerja Paulus. Ia bukan orang Yahudi tetapi mau berperan dalam memecahkan masalah-masalah yang sulit termasuk ketika ia menghadiri sidang di Yerusalem yang memutuskan bahwa orang Kristen bukan Yahudi tidak perlu disunat (Gal 2:1-9). Pada saat itu Paulus memberikan tugas kepadanya karena ia sedang berada pulau besar yang terletak di laut tengah bernama Kreta. Mengapa Paulus memberikan tugas kepadanya? Disamping Titus sebagai orang yang bisa diandalkan, memang ada masalah yang harus segera diselesaikan perihal kehidupan jemaat. Di pulau tersebut ada sebagian orang Kristen Yahudi mengajarkan bahwa setiap laki-laki harus disunat. Padahal sebelumnya Titus telah memutuskan masalah ini di sidang Yerusalem. Keselamatan diperoleh bukanlah karena seseorang itu disunat melainkan karena anugerah Allah. Selain itu ternyata ada juga orang-orang yang mencoba mencari untung dengan mengklaim dengan mengatakan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang sejati (1 Tim 6:5). Oleh karena itu, pesan Paulus melalui suratnya kepada Titus bertujuan menyadarkan jemaat di Kreta yang telah ”dimerdekakan” dari perbudakan dosa masa lalu, untuk tidak melibatkan diri dalam perbuatan-perbuatan yang membawa mereka kembali ke jurang dosa. 

Untuk melakuan tugas itu, Titus harus berjuang. Yang namanya berjuang berarti melakukan pengorbanan. Pengorbanan tenaga, harta dan darah. Yesus telah menunjukkan pengorbanan itu melalui tenaga, keringat dan darahNya. Sejatinya, pengorbanan seperti itulah yang harus kita lakukan untuk menjadi hidup merdeka saat ini. Bukannya menjadi orang yang berikap apatis terhadap segala yang terjadi melainkan terus berjuang untuk memerdekakan diri dari perilaku lama kita, berjuang menghadapi sikap kita yang menyimpang, meninggalkan pikiran picik dan tidak hanya mengeluh. Dengan istilah Paulus kepada Titus, agar Titus dapat mengingatkan jemaat perdana untuk tetap melakukan pekerjaan yang baik bagi Negara dan penguasa, mengingatkan agar jemaat tidak memfitnah satu dengan yang lain dan tidak bertengkar satu dengan yang lain. Karena semua perilaku itu adalah perilaku sebelum dimerdekakan Tuhan. Dengan rahmatNya umat telah diselamatkan hendaknyalah kemurahan Tuhan itu tetap dijaga. Singkatnya pesan Paulus kepada Titus adalah agar jemaat berusaha dengan sungguh-sungguh melakukan pekerjaan baik dan yang berguna bagi manusia. 
Dari pesan Paulus ini kita juga diingatkan untuk tetap berjuang menjaga kemerdekaan.  kita bukan lagi orang yang terkungkung dalam penjara penjajah. Kita telah bebas. sekalipun demikian, tidak menutup kemungkinan banyaknya godaan dan cobaan yang mencoba merusak. Tugas itu tidak mudah. Oleh karena itu Paulus berkata “berusahalah dengan sungguh-sungguh”. Artinya bahwa perjuangan itu bukan sebatas melawan yang tidak baik. Melainkan tindakan itu harus benar-benar dipikirkan dan diperjuangkan. Memang perjuangan itu membutuhkan keiklasan tenaga bahkan darah. Semua itu harus kita lakukan agar kemerdekaan itu tidak mudah lagi doronrrong oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. 

Bukan saatnya lagi hanya mengeluh atas apa yang terjadi dalam kehidupan bangsa kita ini. Jangan terjebak dalam keterpurukan akibat keluhan-keluhan sehingga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuntut dunia sekitarnya berubah. Memang keadaan yang terjadi saat ini dapat membuat orang menjadi apatis. Penyebabnya karena banyaknya masalah tidak terselesaikan seperti kekacauan dan kebobrokan moral anak bangsa. Dengan terus menerus bersikap masa bodoh, kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Sikap seperti itu justru hanya akan memperkeruh masalah yang sudah keruh.  Umat Tuhan terpanggil untuk menjadikan kemerdekaan ini sebagai peluang dan kesempatan untuk berbuat yang terbaik bagi pembangunan bangsa ini. Dimulai dari kepedulian terhadap diri kita sendiri, mengajarkan tindakan moral dan bersikap kepada keluarga, dan tentunya melakukannya dalam kehidupan bertetangga dan bergereja. Menjaga keharmonisan di dalam kehidupan bergereja dengan tidak menfitnah orang lain, saling membenci. Melainkan hendaknyalah kemerdekaan itu kita jaga dengan bersikap ramah terhadap orang lain. Begitu juga dengan gereja. Sudah saatnya keluar dari sutinitas gereja yang hanya menjalankan program-program tahunan yang biasanya hanya “copy paste” dari program tahun lalu. Mari kita kembangkan kegiatan yang lebih berorientasi kepada pembangunan masyarakat dan lingkungan sosial gereja. 

Tidak ada komentar:
Write komentar