Waktu membawaku ke sebuah kota kecil yang nyaman. Kota yang
begitu menggugah untuk perkembangan zaman. Walaupun begitu menggugah tetapi
yang terpenting adalah eksistensi manusia yang berjuang dalam proses
perkembangan itu. Waktu memberikanku kesempatan untuk lebih mendalam melihat
eksistensi itu. Dan ketika kesempatan itu kuraih, aku pun mendapatkan banyak
sekali perenungan tentang kehidupan. Kisah ini hanya segelintir dari perenungan
itu.
Di kota kecil itu aku pun diberi kesempatan untuk berbagi
dengan orang-orang yang dikumpulkan dalam sebuah persekutuan, gereja. Berbagi
cerita, berbagai perenungan, berbagi tawa, berbagi kesedihan dan berbagi firman
Tuhan. Gereja itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Di dalamnya
beragam tipe orang menghiasi indahnya persekutuan dengan sesama. Tidak
menyangka akan bertemu orang-orang yang sangat disayangi Tuhan. Dari berbagai
tipe itu, aku pun menemukan tipe yang menurutku sangat menarik dan menggugah
diriku untuk lebih dekat dengannya. Seperti kalimat yang popular saat ini
“kesan pertama begitu menggoda”. Bukan
karena ia seorang kaya, pakaiannya yang mahal, dan juga bukan tunggangannya
yang keren. Tetapi karena sebaliknya. Seorang lelaki yang tampangnya tidak
keren, baju yang kusut dan kadang warnanya sangat “jreng”, baunya yang sangat
khas. Bukan hanya itu saja, yang membuatku sangat penasaran adalah ketika
setiap malam ia berteriak keras dengan kata-kata yang tidak kumengerti. Setelah
kutanya kepada beberapa orang, ternyata kata-kata yang diucapkannya hampir
setiap malamnya adalah kata yang bernada keras, “kotor” dan tidak sopan menurut
norma yang berlaku di kota itu. menurut mereka, teriakan itu dikeluarkan dari
mulutnya karena sedang berperang dengan mahluk yang tak terlihat. Ops, mahluk
apa kira-kira itu ya?
Ketika ia sedang menulis lirik lagu |
Seiring berjalannya
waktu, aku pun mulai “ngeh” dan mulai mendekatinya. Mungkin orang yang pertama
kali melihatnya akan langsung menghakimi dengan mengatakan “ itu orang gila
ya”. Memang dia sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Ketika aku memberanikan diri untuk
menyapanya dan berkomunikasi dengannya, wuaw.. semua diluar dugaan. Orangnya
cerdas, idealis, sangat sopan, menciptakan lagu dan permainan gitarnya itu lho.
Itu membuatku semakin tertarik mencari hal-hal baru dari dirinya. Mentorku
mengutip ayat dari Alkitab dan dikatakan kepadaku “ kamu harus belajar dari
dia. (Mat 6:26) Pandanglah
burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
Itu jugalah yang dilakukannya”. Lalu ditambahkan mentorku “dia tidak
pernah resah akan hari esok. Ia selalu berserah kepada Tuhan.” Semua itu
dikatakan mentorku karena dia (insial: Jaka) memang tidak pernah resah akan
hari esok.
Setiap harinya ia berjalan menelusuri kota kecil itu. Kadang saya
bingung akan tingkahnya. Tetapi dari perjalanan setiap harinya itulah ia
mendapatkan makanan, uang dan rokok dari orang yang mengasihinya. Alasan
orang-orang yang memberinya adalah karena ia mau menyapa dan sopan. Dan memang
ia adalah orang yang sangat mensyukuri setiap pemberian Tuhan bagi dirinya.
Jika ada orang yang berbagi dengannya, tidak lupa ia juga akan berbagi dengan
orang lain. Dengan kata lain, ia selalu mengingat orang lain. Orang-orang perlu
belajar darinya. Banyak orang yang sangat serakah dan tidak pernah memikirkan orang
lain. Selalu meminta dan tidak pernah memberi. Tetapi ia (baca: Jaka), selalu
memberikan yang ada padanya kepada orang lain sebab ia mengatakan bahwa
Tuhanlah yang sudah mengatur itu semua. Dia menambahkan “Tuhan telah mengasihi
saya dan saya pun harus mengasihi orang lain”.
Sungguh super kata-katanya ini. Ia membuat lirik lagu khusus yang
rohani. Ia berkata “saya sudah diberikan Tuhan talenta ini, ya harus saya
berikan juga untuk kemuliaan Tuhan”. Ini perkataan super yang kedua. Memang ia
adalah seorang seniman. Ia tidak pernah memikirkan berpakaian rapih dan bersih,
rambutnya panjang dan tidak pernah di sisir. Tetapi di balik itu ada hati yang
sangat mulia. Ini perenungan berikutnya. Bukankah orang sekarang lebih senang
dengan keberadaan tubuh yang terlihat ini? Berpakaian rapi, parfum dengan
semerbak berjuta wewangian, berdasi, tetapi hatinya busuk bak kubis yang
dibiarkan petani membusuk karena harganya yang jatuh. Orang-orang senang
melihatnya bukan karena pakaiannya yang rapi melainkan hatinya yang penuh
dengan kebaikan.
Lirik lagu yang sudah selesai |
Banyak
juga orang orang yang telah melihatnya dan mendengarnya tetapi tidak mau
mengubah sikapnya. Seperti yang dikatakan dalam Matius mengutip Yesaya: “kamu
akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti. Kamu akan melihat dan
melihat namun tidak menangkap, sebab hati bangsa ini telah menebal.”
Orang-orang yang disekitarnya telah diberikan karunia untuk mengetahui rahasia
Kerajaan Sorga melalui cara hidup Jaka, tetapi orang-orang itu tidak mau
mengambil kesempatan itu. Hati mereka telah menebal. Mungkin mereka berfikir
bahwa karunia itu haruslah yang spektakuler dan bukan belajar dari seseorang
yang dianggap “sableng”. Saya jadi teringat novel laga dengan sang jagoan
bernama Wiro Sableng dan kapaknya yang ampuh bertuliskan 212. Si Jaka juga
memiliki senjata yang ampuh, permainan musik yang sangat menakjubkan. Tentu
bukan sekedar menunjukkan kelihaiannya memainkan jemarinya melainkan semuanya
diberikannya untuk memuliakan Tuhan.
Ia
adalah seniman yang tidak terlalu mementingkan pembungkus kulit luarnya. Karena
yang terpenting menurutnya adalah isi hati seseorang. Ia tidak mau mengeluh
sebab menurutnya mengeluh itu tidak bermutu dan hanya membebaninya. Bukankah
kehidupan ini juga seni? Kita adalah para seniman yang siap untuk menghiasi
alam semesta ini. Tuhan memberikan talenta yang beragam kepada kita agar kita
dapat berkarya dengan berbagai macam cara. Bukannya menggunakannya demi
keserakahan diri. Kesederhanaan dan ketulusan dari seniman bernama Jaka inilah
aku belajar bahwa kehidupan ini perlu dihiasi dengan musik dan lirik yang
menawan. Semua itu dalam rangka mensyukuri anugerah Tuhan yang telah menghiasi
hidup kita. Ketika aku akan meninggalkan kota itu dan kembali berpetualang, ia menyanyikan
sebuah lagu untukku. Lirik lagu itu ditulisnya setelah ngobrong denganku. Ia
pun tidak ingin karyanya asal jadi. Sebelum menyanyikannya, ia telebih dahulu
menjelaskan kalimat per kalimat dari lirik itu. Terimakasih kawan.
Sepenggal hari hari
Dalam rumah Tuhan ini
Kita pun tlah lama berhimpun
Dan berpadu… saling melayani
Dan dalam kebersamaan
Kita tlah bergumul hadapi
Segala rintangan yang menghadang
Di jalan berbakti
Sepenuh ketekunan
Dalam doa kita berserah
Pada Allah yang telah tetapkan
Perjalanan langit dan bumi
Sepenuh ketekunan
Dalam doa kita berserah
Pada Allah yang telah tetapkan
Perjalanan langit dan bumi
Dan jika diesok hari
Kita tak bertemu lagi
Bukanlah berarti sebagai
Perpisahan abadi
Reff: Semakin
jauh jarak ruang kita
Smakin
Nampak kebesaran Allah
Yang
bentangkan kehidupan luas
Yang
tunjukkan jalan kebenaran
Salam akhir untuk waktu ini, disini
Maafkan segala kesalahan diri
Salam akhir untuk waktu ini, disini
Maafkan segala kesalahan diri
Catatan: Ia tidak pernah memberikan judul untuk setiap karyanya.
Tidak ada komentar:
Write komentar