Segelintir dari cerita kehidupanku. Bukankah hidup ini terkadang mirip dengan cerita novel? Bedanya, kisah ini masih terus berlanjut dan terus berlanjut.. so, nikmati alur ceritanya kawan.. "PEZIARAHAN TUK MENJADI SEORANG DON CORLEONE"

Kamis, 30 Agustus 2012

RAKUSNYA MANUSIA


Jika kita sering membaca informasi dimedia massa, maka baru-baru ini kita melihat sebuah gambar yang sangat memprihatinkan. Seekor orangutan yang sekarat akibat luka bakar yang dideritanya.[1] Sungguh malang nasib orangutan ini. Siapa yang harus bertanggung jawab atas derita orangutan itu? Manusia mengejar dan membakarnya karena mereka merasa bahwa oranutan itulah yang mencari perkara. orangutan merusak tanaman dan menggganggu kenyamanan mereka. Ini hanya satu dari banyak kisah tentang penderitaan ciptaan Tuhan sebagai penyeimbang bumi ini. Binatang-binatang itu hanya bisa berteriak dengan suara yang tidak dimengerti para manusia yang ingin membunuhnya. Keseimbangan alam pun dirusak dengan alasan ekonomi. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?

Hutan dibabat habis oleh orang-orang yang mengaku meningkatkan ekonomi daerah. Setelah ditinggal, masyarakat lokallah yang menjadi sasaran empuk konflik manusia dan satwa. Tidak tanggung-tanggung, konflik itu selalu membawa korban dari pihak manusia dan merusak perkebunan warga.  Harimau Sumatra yang menerjang manusia, babi hutan yang merusak tanaman warga, monyet dan gajah yang menyerang ke tempat warga adalah dampak dari rusaknya keseimbangan alam. Sebenarnya bukan hanya orang-orang yang mengaku meningkatkan ekonomi yang merusak keseimbangan itu. Factor kemiskinan juga bisa menjadi faktor pemicunya. Gajah diburu dan dibunuh oleh orang-orang yang menginginkan gadingnya. Mungkin calon pembelinya bisa dari kalangan atas tetapi mereka yang mau mengambil tugas dilapangan itu merupakan orang-orang yang membutuhkan uang untuk meneruskan hidup. Babi hutan dan kulit harimau diambil untuk dijual. Itu pun bukan hanya karena kelas atas yang menginginkan barang langka untuk pajangan. Tetapi semua itu tidak bisa dilepaskan dari kemiskinan yang berdampak kepada ketidakseimbangan alam melalui perusakan hutan dan perburuan satwa. Belum lagi burung-burung yang ditanggap dan diperjualbelikan yang semakin emnghilangkan keindahan alam. Semakin parah keadaan alamku. Dimanakah kehadiran gereja sebagai komunitas yang memiliki panggilan untuk menjaga keseimbangan ciptaan Tuhan?

Memperjuangkan keseimbangan ala mini bukan hanya cukup dengan sekali atau beberapa kali kegiatan dan ajakan. Tetapi yang namanya perjuangan itu haruslah terus berlanjut. sekalipun dampak dari perjuangan itu sudah terlihat, itu bukan berarti perjuangan itu sudah bisa dihentikan. Sebaliknya, ketika dampak perjuangan itu semakin terlihat maka seharusnya perjuangan itu semakin ditingkatkan agar hasilnya dapat semakin dirasakan manusia. Bagaimana kita bisa mengatakan sedang memperjuangkan keseimbangan alam, sedangkan gereja gersang seperti padang gurun yang diberi pendingin ruangan? Gereja mengajak umat untuk ambil bagian dalam kegiatan untuk menyeimbangkan alam sedangkan di pekarangan gereja sendiri tidak ada satu pohon atau bunga yang terlihat?

Jika gereja telah merefleksikan ketidakseimbangan alam seharusnya aksi sebagai bentuk nyata sesudah refleksi dapat dilakukan melalui lingkungan gerejanya. Menghilangkan penghijauan dengan alasan tempat parker bukan lagi alasan yang tepat. Bunga imitasi di atas mimbar bukan lagi sebagai alasan mengurangi pengeluaran gereja. Sudah saatnya gereja berbenah diri dari program yang kurang terlihat dampaknya kearah program yang semakin bermutu dan bisa dilihat dampaknya demi kebaikan bersama. Melihat keadaan saat ini, sudah seharusnya gereja membuat program kearah penyeimbangan alam ini secara berlanjut. Contohnya, Pembangunan kearah penghijauan gereja. Arsitektur yang mengarah kepada persaudaran dengan alam. Memperbaiki lingkungan gereja dengan memberinya tumbuhan yang hijau, dan tentunya mengajak jemaat untuk tidak memelihara hewan atau burung tanpa bertanggungjawab. Burung dipelihara hanya untuk kesenangan saja tanpa berfikir berkembangbiaknya burung itu, memelihara anjing hanya karena senang saja, jika anjingnya sudah tua lalu dibuang, dll. Semua itu bisa dikatakan sebagai langkah awal dari kepedulian gereja terhadap kelangsungan hidup para satwa dan alam yang menjadi rumah para satwa. Mari, para pemimpin gereja mulai memikirkan bersama hal-hal yang membuat gereja itu indah sehingga gereja pun tidak menjadi bagian dari perusak alam melainkan terpanggil untuk menghadirkan keindahan di alam semesta yang dulunya indah ini.  “Dah basi ya? Nga juga. Renungkan lagi aja (aja lagi)..” Sleketebbbb..



[1] Tanggal 30 Agustus akhirnya orangutan itu menghembuskan nafas terakhir. http://search.viva.co.id/search?m=art&q=orangutan+di+palikpapan+akhirnya+meninggal

Tidak ada komentar:
Write komentar